Total Tayangan Halaman

LAPORAN PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT DENGAN METODE TITRASI ALKALIMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT DENGAN METODE TITRASI ALKALIMETRI
Oleh: Nurshasa Awalia
I.    TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat megetahui dan memahami prinsip penetapan kadar asam benzoat dengan metode titrasi alkalimetri.
II.     DASAR TEORI
Asidimetri dan alkalimetri termasuk dalam reaksi netralisasi yang merupakan reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa yang akan menghasilkan air yang bersifat netral (Rohman, 2015).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa yang bersifat basa (titrat = basa) dengan menggunakan baku asam (titran). Begitupula sebaliknya, alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa yang bersifat asam (titrat = asam) menggunakan baku basa (titran = basa).
Netralisasi dapat dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Ada 3 definisi asam-basa yang terkenal dan sering dijadikan acuan, yakni definisi asam-basa menurut Arhenius, Bronsted Lowry, dan menurut Lewis. Perbedaannya hanya berdasarkan sudut pandang reaksi yang terjadi, yakni:
1.      Menurut Arhenius
Asam         : Zat yang apabila terion dapat melepaskan ion H+
Basa          : Zat yang apabila terion dapat melepaskan ion OH-
2.      Menurut Bronsted Lowry
Asam         : Donor proton/pemberi proton
Basa          : Akseptor proton/penerima proton
3.      Menurut Lewis
Asam         : Akseptor elekteron/penerima elektron
Basa          : Donor elektron/pemberi elektron
(Mursyidi, 2008)


Terdapat 2 macam titrasi langsung asam-basa dalam larutan air, yaitu:
1.             Titrasi asam kuat dengan basa kuat
Pada awal titrasi perubahan nilai pH berlangsung lambat sampai menjelang titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen pH meningkat drastis.
2.             Titrasi asam lemah dengan basa kuat dan titrasi basa lemah dengan asam kuat
Jika sejumlah kecil volume asam kuat/basa kuat ditambahkan pada basa lemah/asam lemah, maka nilai pH akan berubah drastis di sekitar 1 unit pH, di bawah atau di atas nilai pKa/pKb. Seringkali pelarut organik yang dapat dicampur dengan air seperti etanol ditambahkan untuk melarutkan analit sebelum melakukan titrasi (Rohman, 2015)
Titik ekivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stoikiometri antara zat yang dianalisis dengan larutan standar. Pada umumnya titik ekivalen lebih dulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi (TAT). Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis suatu senyawa. Untuk melihat kapan terjadi titik ekivalen dapat dipilih indikator yang sesuai.
Indikator adalah zat warna larut yang perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang pH yang sempit. Jenis indikator yang khas adalah asam organik lemah yang mempunyai warna berbeda dari basa konjugatnya. Indikator yang baik mempunyai intensitas warna yang sedemikian rupa sehingga hanya beberapa tetes larutan indikator encer yang perlu ditambahkan ke dalam larutan yang sedang diuji. Perubahan warna indikator mencerminkan pengaruh asam dan basa yang terdapat dalam larutan (Oxtoby, 2001).
Berikut ini dikator yang dapat digunakan dalam penentuan titik akhir titrasi:
Indikator
Trayek pH
Warna
Asam
Basa
Kuning metil
2,4 – 4,0
Merah
Kuning
Biru bromfenol
3,0 – 4,6
Kuning
Biru
Jingga metil
3,1 – 4,4
Jingga
Merah
Hijau bromkresol
3,8 – 5,4
Kuning
Biru
Merah metil
4,2 – 6,3
Merah
Kuning
Ungu bromkresol
5,2 – 6,8
Kuning
Ungu
Merah fenol
6,8 – 8,4
Kuning
Merah
Merah kresol
7,2 – 8,8
Kuning
Merah
Biru timol
8,0 – 9,6
Kuning
Biru
Fenoftalein
9,2 – 10,0
Tidak berwarna
Merah
Timolftalein
9,3 – 10,5
Tidak berwarna
Biru
  (Jenkins, 1957)
Selain indikator tunggal dapat pula digunakan indikator campuran dengan tujuan untuk memberikan perubahan warna yang tajam pada TAT. Beberapa contoh diantaranya yaitu:
1.        Campuran merah netral (0,1% dalam etanol) dan biru metilen (0,1% dalam etanol) yang sama banyak akan memberikan perubahan warna yang tajam dari biru violet ke hijau ketika beralih dari larutan asam menjadi larutan basa pada pH sekitar
2.        Campuran antara 3 bagian fenoftalein (0,1% dalam etanol) dengan 1 bagian alfanaftol ftalein memberikan perubahan warna yang tajam dari pink ke ungu pada pH 8,9.
3.        Campuran dari 3 bagian biru timol (0,1% larutan dari garam natriumnya) dengan 1 bagian kresol merah (0,1% larutan dari garam natriumnya) akan memberikan perubahan warna dari kuning ke ungu pada pH 8,3 (Mursyidi, 2008).
III.    METODE KERJA





VI.    PEMBAHASAN HASIL PRAKTIKUM
Pada praktikum kali ini yang kami lakukan adalah menetapkan kadar asam benzoat dengan metode alkalimetri. Sedikit diulas kembali, alkalimetri merupakan metode untuk menetapkan kadar suatu senyawa yang bersifat asam (analit = asam) menggunakan larutan baku basa (titran = alkali). Berbanding terbalik dengan asidimetri yang merupakan metode penetapan kadar suatu zat yang bersifat basa (analit = basa) menggunakan larutan baku asam (titran = asidi). Nah, kenapa penetapan kadar asam benzoat ini menggunakan metode alkalimetri adalah karena asam benzoat ini merupakan senyawa yang bersifat asam, dapat dilihat dari:

Asam benzoat ini dapat terion melepaskan ion  H+, sesuai dengan definisi asam menurut Arhenius. Asam benzoat ini merupakan asam lemah, terlihat dari nilai pKanya yakni sebesar 4,21. Karena senyawanya bersifat asam, maka titran yang digunakan adalah larutan baku basa yakni NaOH. NaOH merupakan basa kuat, yang mana dalam larutan akan terion menjadi ion Na+ dan OH-. NaOH sebagai baku sekunder, konsentrasinya dapat diketahui dengan menitrasinya menggunakan baku primer. Baku primer yang dapat digunakan untuk menstandarisasi larutan baku sekunder basa yakni: KH-ftalat, asam benzoat, asam sulfamat, KH-iodat, dan asam sulfosalisilat. Yang kami gunakan untuk praktikum adalah Kalium Biftalat (KH-ftalat). Baku primer dapat ditentukan konsentrasinya dengan cara menimbang.
            Alasan kenapa NaOH perlu distandarisasi adalah NaOH ini sifatnya tidak stabil dan sangat mudah terkontaminasi apabila berhubungan dengan udara terbuka akibat reaksi dari:
NaOH + CO2 => Na2CO3 + H2O
Sedangkan kalium biftalat digunakan sebagai baku primer karena tingkat kemurniannya yang sangat tinggi yakni 99,95%-100% dan sifatnya yang stabil. Adapun reaksi yang terjadi saat pembakuan NaOH dengan KH-ftalat yakni:

Pada reaksi ini pelarut yang digunakan adalah air yang bebas CO2. Alasan mengapa harus bebas CO2 adalah dengan adanya CO2, NaOH akan bereaksi dengan CO2 membentuk natrium karbonat sehingga titran menjadi tidak murni lagi atau yang distandarisasi bukan lagi NaOH karena volume titran tidak menggambarkan volume NaOH sesungguhnya yang bereaksi dengan analit, melainkan volume NaOH yang juga bereaksi dengan CO2. Selain itu CO2 dapat bereaksi dengan air membentuk asam karbonat, sehinga jumlah asam dalam larutan akan meningkat, dan butuh lebih banyak lagi titran untuk mencapai titik akhir titrasi yang menyebabkan normalitas hasil pembakuan tidak akurat.
Untuk menentukan TAT (Titik Akhir Titrasi) berdasarkan petunjuk pengunaan indikator oleh Jenkins, disebutkan bahwa:
(1)   Apabila asam lemah dititrasi dengan basa kuat, gunakan indikator fenoftalein.
(2)   Indikator digunakan sebanyak 3 tetes, kecuali dinyatakan lain.
(3)   Dan timbulnya warna lebih mudah diamati daripada hilangnya warna, sehingga biasakan untuk memilih indikator yang memungkinkan timbulnya warna.
Sehingga disini kami menggunakan indikator PP, karena yang kami titrasi adalah asam lemah yakni Kalium Biftalat dengan basa kuat berupa NaOH. Fenoftalein ini memiliki trayek pH antara 8,3-10 sesuai dengan titik ekivalen titrasi. Warna yang terjadi perubahannya sangat jelas, yakni dari tidak berwarna menjadi merah jambu. Kwtika indikator PP berada pada larutan yang suasananya asam, atau titrasi belum dimulai, sedang dimulai, sebelum tercapainya titik ekivalen, PP masih tidak berwarna. Kelebihan NaOH akan membuat suasana menjadi agak basa, dan PP akan berwarna merah jambu, dengan reaksi:

            Pada saat praktikum, volume NaOH yang diperlukan sampai terjadinya perubahan warna adalah 4,8ml. Dan hasil pembakuan NaOH tersebut diperoleh nilai normalitas NaOH sebesar 0,102 N.
            Setelah NaOH distandarisasi, baru dilakukan penetapan kadar asam benzoat. Asam benzoat ini bentuknya hablur halus ringan yang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam etanol (Farmakope Indonesia Edisi III). Untuk itu, dalam proses titrasi, asam benzoat terlebih dahulu dilarutkan dengan etanol, bukan air, Etanol ini sifatnya asam lemah, sehingga perlu dinetralkan lebih dahulu dengan merah fenol. Apabila tidak dinetralkan, etanol dapat menambah jumlah asam dalam larutan, sehingga jumlah NaOH yang diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi menjadi lebih besar, dan kadar yang diperoleh tidak akurat.
Reaksi yang terjadi antara asam benzoat dengan NaOH yakni:

Kurva titrasi asam oleh basa dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Dalam menentukan titik akhir titrasi saat penetapan kadar asam benzoat ini, indikator yang digunakan adalah indikator merah fenol, Merah fenol ini bekerja pada pH 6,8 - 8,4. Pada suasana asam, merah fenol berwarna kuning dan pada suasana basa warnanya menjadi merah muda, berikut reaksi yang terjadi pada perubahan warnanya:

            Pada percobaan, volume NaOH yang diperlukan sampai terjadinya perbuahan warna dari kuning menjadi merah muda pucat untuk masing-masing replikasi adalah 4,2ml; 4,3ml; dan 4,2 ml. Kadar asam benzoat dalam sampel yang diuji yakni 52,45%; 53,76%; dan 54,07% dengan rata-rata kadar sebesar 53,42%.


VII.    KESIMPULAN
          1. Normalitas hasil pembakuan NaOH adalah 0,102 N
          2.        Kadar asam benzoat dalam sampel uji adalah 53,42%

VIII.     DAFTAR PUSTAKA
Rohman, Abdul (2015) ‘Kimia Farmasi Analisis’, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Harjadi, W. (1990) ‘Ilmu Kimia Analitik Dasar’, Jakarta: Gramedia
Murstidi, Ahmad dan Rohman, Abdul (2008) ‘Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri dan Gravimetri’ Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Jenkins, G. L. Grande, D. E. Brecht, E. A. Sperandio, B. J. (1957) ‘Scovill’s the Art of Compounding 9th Edition’ New York: McGraw Hill Book Company Inc
Anonim, (1979) Farmakope Indonesia Edisi III’ Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM & PEMBAHASAN PENETAPAN KADAR BESI (II) SULFAT / FeSO4 DENGAN METODE PERMANGANOMETRI

[PPT] DIURETIK & ANTIDIURETIK