Total Tayangan Halaman

LAPORAN PRAKTIKUM & PEMBAHASAN PENETAPAN KADAR KI DENGAN METODE ARGENTOMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
PENETAPAN KADAR KI DENGAN METODE TITRASI ARGENTOMETRI
Oleh: Nurshasa Awalia
A.    TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat megetahui dan memahami prinsip penetapan kadar Kalium Iodida dengan metode Fajans Argentometri.
B.     DASAR TEORI
Salah satu jenis reaksi yang umumnya berlangsung dalam larutan berair adalah reaksi pengendapan (precipitation reaction) yang cirinya adalah terbentuk produk tak larut atau endapan. Endapan adalah padatan tak larut yang terpisah dari larutannya. Reaksi pengendapan biasanya melibatkan senyawa-senyawa ionik (Chang, 2005).
Endapan mungkin berbentuk kristal atau koloid dan dapat dipisahkan dari larutan dengan penyaringan atau pemusingan (sentrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Ada banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif melibatkan pembentukan endapan (Shevla, 1979). Salah satunya adalah argentometri.
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum yang artinya perak. Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu  larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+. Digunakan untuk menetapkan kadar senyawa terutama halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan AgNO3 (perak nitrat) pada suasana tertentu. Pada titrasi Argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat. Dengan mengukur volume larutan yang digunakan hingga seluruh ion Ag+ dapat diendapkan, garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood, 1992).
Ada 4 jenis metode Argentometri:
1.        Metode Mohr
Metode mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau sedikit alkalis pH 6,5-9,0. Dalam suasana asam perak kromat akan larut karena terbentuk dikromat, dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida.
Cara yang mudah untuk membuat larutan netral  dari larutan asam adalah dengan kalsium karbonat (CaCO3) atau natrium bikarbonat (Na2CO3) berlebih. Dan untuk larutan alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat (CH3COOH) atau dapat juga dengan asam borat sebelum dinetralkan dengan kalsium karbonat.
Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,03 M atau 0,005 M yang mana dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana netral atau agak alkalis.
2.        Metode Volhard
Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium tiosianat (KCNS). Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang akan membentuk warna merah darah dari besi-tiosianat (FeSCN) dalam lingkungan asam nitrat 0,51,5 N. Metode volhard ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida, dan iodida dengan menambahkan larutan baku AgNO3 berlebih, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat (Khopkhar, 1990).
3.        Metode Fajans
Metode ini menggunakan indikator adsorpsi (flouresin, diklorofluoresein atau eosin) yang mana pada titik ekivalen mengalami perubahan warna pada larutan, melainkan pada permukaan endapan. Hal yang perlu diperhatikan pada metode ini adalah endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk akan sedikit sekali yang dapat mengakibatkan perbuahan warna indikator menjadi tidak jelas. Ion indikator harus tidak teradsorpsi sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera teradsorpsi kuat setelah tercapai titik ekivalen.
4.        Metode Liebig
Terutama digunakan untuk menetapkan kadar sianida. Perak nitrat jika ditambah larutan alkali sianida akan membentuk ion kompleks perak sianida dan terbentuk endapan putih tetapi pada penggojokan akan larut kembali karena kompleks perak sianida bersifat stabil dan larut. Untuk itu digunakan indikator KI dan titrasi dilakukan dalam larutan amoniakal. Reaksi yang terjadi yaitu:
F.     PEMBAHASAN
Pada praktikum yang dilakukan pada hari Senin, 23 Oktober 2017, percobaan yang dilakukan adalah penetapan kadar Kalium Iodida dengan metode Argentometri. Prinsip dasar dari Argentometri ini adalah reaksi pengendapan menggunakan larutan perak nitrat. Berikut pembahasannya:
1.      Pembakuan Larutan AgNO3.
Alasan mengapa larutan AgNO3 perlu dibakukan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk menetapkan kadar KI adalah karena AgNO3 disini berperan sebagai baku sekunder yang mana konsentrasinya ditentukai dengan jalan pembakuan menggunakan baku primer. Baku primer yang digunakan untuk pembakuan AgNO3 adalah NaCl. NaCl dapat digunakan sebagai baku primer karena memenuhi syarat-syarat baku primer adalah mempunyai kemurnian yang tinggi, rumus molekulnya pasti, tidak mengalami perubahan selama penimbangan.
Pembakuan AgNO3 dengan NaCl menggunakan metode mohr. Indikator untuk melihat titik akhir titrasinya adalah K2CrO4 dengan konsentrasi 5% b/v. Reaksi yang terjadi yaitu:
Ion Ag+ dari AgNO3 akan bereaksi lebih dulu dengan ion Cl- dari NaCl membentuk endapan AgCl dengan reaksi:
Jika endapan perak klorida (AgCl) telah terbentuk sempurna atau dengan kata lain ion Cl- telah bereaksi semua dengan ion Ag+ maka tetesan AgNO3 berikutnya akan bereaksi dengan kromat membentuk endapan perak kromat berwarna coklat merah lemah dengan reaksi:
Disini yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi CrO42- yang ditambahan, karena jika penambahan K2CrO4 terlalu besar maka akan menyebabkan titik akhir titrasi terjadi sebelum titik ekivalen, dan sebaliknya jika terlalu sedikit titik akhir titrasi akan lambat tercapai.
Biasanya penambahan K2CrO4 sebagai indikator besarnya dapat ditentukan berdasarkan Ksp AgCl dam Ksp Ag2CrO4. Warna coklat merah lemah yang terjadi pertama kali disebabkan oleh penumpukan setempat perak berlebih. Titik akhir yang sesungguhnya adalah pada saat larutan peryama kali berwarna kuning gelap atau orange intensif. Selain indikator, hal yang perlu diperhatikan saat praktikum adalah pH. Titrasi dengan metode mohr ini hanya dapat diterapkan jika pH larutan yang dititrasi adalah netral atau mendekati netral.
Bila pH terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga akan terlalu banyak titran yang dipakai.
Sedangkan bila pH nya terlalu tendah/peningkatan keasaman akan terjadi konversi ion kromat menjadi bikromat sehingga dibutuhkan indikator yang lebih banyak untuk membentuk endapan perak kromat. Berikut reaksinya:
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbulnya endapan atau sangat lambat.
Hasil yang didapatkan pada pembakuan AgNO3 yakni normalitas rata-rata AgNO3 dari 2x replikasi yang dilakukan adalah 0,113 N. Warna akhir titrasi adalah coklat merah lemah. Setelah pembakuan, baru dapat dilanjutkan ke penetapan kadar sampel.
2.      Penetapan Kadar Kalium Iodida
Pada percobaan, penetapan kadar Kalium Iodida dilakukan dengan metode Fajans. Pada metode ini yang khas sekali indikatornya menggunakan indikator adsorpsi. Indiktor adsorpsi merupakan zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna.
Ada beberapa indikator adsorpsi yang digunakan seperti Flouresein, Eosin, Diklorofluoroesein dan Biru Bromo Fenol. Dalam praktikum ini yang digunakan adalah eosin. Berikut struktur dari eosin:
Eosin bekerja pada pH 2-8 dengan anion yang dititrasi berupa Br-, I-, dan SCN-. Kerja Eosin sebagai indikator yakni: dalam larutan, Eosin akan mengion, ion Eosin inilah yang akan diserap oleh endapan AgI. Karena penyerapan eosin terjadi pada permukaan, sehingga perlu diuahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warnanya tampak lebih jelas.
Sebelumnya ion Ag+ dari AgNO3 akan bereaksi lebih dulu dengan ion I- dari KI. Berikut reaksinya:
Saat percobaan, kami membuat analitnya ½ formula saja. Hasil yang didapatkan dari percobaan dengan 3x replikasi yaitu:
Kadar Rep1     = 57,10%
Kadar Rep2     = 61,14%         X= 59,65%
Kadar Rep3     = 60,70%
Sewaktu diuji statistika, diperoleh SD =2,216, CV= 3,7155. Dengan harga CV yang <5% maka semua data hasil percobaan dapat diterima. Dan berdasarkan syarat dari Farmakope Indonesia, rentang X ± LE yakni sebesar 50,74% - 68,56%, semua data sesuai rentang yang dipersyaratkan.
G.    KESIMPULAN
1.      Sampel yang diuji mengandung KI sebanyak 59,65%.
2.      Normalitas hasil pembakuan AgNO3 adalah 0,105 N.
H.    DAFTAR PUSTALA
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid I Edisi III. Jakarta: Erlangga
Day, R., A., & Underwood, A., 1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Khopkhar, S., M., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Shevla, G, 1979. Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semi Mikro. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Komentar

Anonim mengatakan…
Terima kasih sangat membantu

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM & PEMBAHASAN PENETAPAN KADAR BESI (II) SULFAT / FeSO4 DENGAN METODE PERMANGANOMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN PENETAPAN KADAR ASAM BENZOAT DENGAN METODE TITRASI ALKALIMETRI

[PPT] DIURETIK & ANTIDIURETIK